Sebuah Review hubungan antara Polda,Polres dan Dispenda
UULAJ, Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2009 sudah diberlakukan, undang - undang ini dibuat untuk memberikan legalisasi terhadap kepolisian untuk secara tekhnis menghasilkan uang yang legal.
Dua hal yang menjadi sorotan adalah :
- Bahwa setiap pengemudi kendaraan harus memiliko SIM / surat ijin mengemudi
- Pajak kendaraan bermotor adalah persoalan uang yang akan didapat
Berawal dari pertanyaan, Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui ATM, Mengapa PKB tidak?
Keterlambatan pembayaran PBB ada denda, mengapa PKB Ada denda dan Vonis, padahal ada Pemutihan?
Cerita beberapa waktu yang lalu tentang proses tilang terhadap kendaraan mobil tua dengan nomor daerah ditilang dengan alasan keterlambatan pajak merupakan satu contoh nyata bahwa pihak kepolisian memasuki atau setidaknya diberikan wewenang bukan oleh undang - undang tetapi oleh kekuasaannya sendiri.
pertama, Kepolisian berpedoman kepada KUHP dimana didalam KUHP terdapat 2 buku berisi tentang Kejahatan dan pelanggaran.Ketika kepolisian menangani tindak pindana yang terumus dalam KUHP, itu berarti ada budget operasional yang harus dikeluarkan oleh pihak kepolisian yang diambil dari APBN atau budget yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai penanganan kejahatan yang ada di Indonesia.
Semakin tinggi angka kejahatan konvensional merupakan kesialan bagi pihak kepolisian
karena akan memakan budget yang cukup besar.Dari mana mereka akan mendatangkan uang?
disisi lain, mereka memerlukan kendaraan operasional yang cukup banyak untuk setiap masing - masing polda.
Pihak kepolisian memainkan peranan KUHP buku III tentang Pelanggaran khususnya dalam pelanggaran Lalu Lintas.
Begini ceritanya,
Buku III tentang pelanggaran, lebih specifik lagi tentang Lalu Lintas Angkutan jalan raya kurang mempunyai kekuatan, karena secara tekhnis dinyatakan percobaan dalam melakukan tindakan
pelanggaran sesuai deng KUHP tidak dipidana.
Dengan adanya UULAJ, maka istilah tersebut tidak berlaku, karena munculnya UULAJ yang khusus mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.Bahkan untuk pelaku pelanggaran lalu lintas yang dimplementasikan dalam bentuk surat tilang, secara tegas dinyatakan sebagai terdakwa.
Bekerjasama dengan dinas perhubungan, khusus mengenai perbaikan jalan dan infrastruktur dan kepolisian tentang aturan - aturan yang ada dilalu lintas jalan.
Sebagai Undang-Undang, maka itu berlaku secara nasional oleh sebab itu semua hal yang ada di dalam UULAJ bersifat general dan universal yang berlaku selama ini yang ada di jalan raya, oleh sebab itu saya katakan bahwa UULAJ memberikan payung hukum bagi kepolisian khususnya bagi satlantas untuk melakukan penindakan - penindakan atas nama hukum dan berdasarkan UU yang sah yang berlaku di Indonesia.
Cerita beberapa waktu yang lalu tentang proses tilang terhadap kendaraan mobil tua dengan nomor daerah ditilang dengan alasan keterlambatan pajak merupakan satu contoh nyata bahwa pihak kepolisian memasuki atau setidaknya diberikan wewenang bukan oleh undang - undang tetapi oleh kekuasaannya sendiri.
pertama, Kepolisian berpedoman kepada KUHP dimana didalam KUHP terdapat 2 buku berisi tentang Kejahatan dan pelanggaran.Ketika kepolisian menangani tindak pindana yang terumus dalam KUHP, itu berarti ada budget operasional yang harus dikeluarkan oleh pihak kepolisian yang diambil dari APBN atau budget yang dikeluarkan oleh negara untuk membiayai penanganan kejahatan yang ada di Indonesia.
Semakin tinggi angka kejahatan konvensional merupakan kesialan bagi pihak kepolisian
karena akan memakan budget yang cukup besar.Dari mana mereka akan mendatangkan uang?
disisi lain, mereka memerlukan kendaraan operasional yang cukup banyak untuk setiap masing - masing polda.
Pihak kepolisian memainkan peranan KUHP buku III tentang Pelanggaran khususnya dalam pelanggaran Lalu Lintas.
Begini ceritanya,
Buku III tentang pelanggaran, lebih specifik lagi tentang Lalu Lintas Angkutan jalan raya kurang mempunyai kekuatan, karena secara tekhnis dinyatakan percobaan dalam melakukan tindakan
pelanggaran sesuai deng KUHP tidak dipidana.
Dengan adanya UULAJ, maka istilah tersebut tidak berlaku, karena munculnya UULAJ yang khusus mengatur tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.Bahkan untuk pelaku pelanggaran lalu lintas yang dimplementasikan dalam bentuk surat tilang, secara tegas dinyatakan sebagai terdakwa.
Bekerjasama dengan dinas perhubungan, khusus mengenai perbaikan jalan dan infrastruktur dan kepolisian tentang aturan - aturan yang ada dilalu lintas jalan.
Sebagai Undang-Undang, maka itu berlaku secara nasional oleh sebab itu semua hal yang ada di dalam UULAJ bersifat general dan universal yang berlaku selama ini yang ada di jalan raya, oleh sebab itu saya katakan bahwa UULAJ memberikan payung hukum bagi kepolisian khususnya bagi satlantas untuk melakukan penindakan - penindakan atas nama hukum dan berdasarkan UU yang sah yang berlaku di Indonesia.
Pembayaran Pajak kendaraan Bermotor (PKB)
Proses pembayaran pajak kendaraan bermotor yang harus dilakukan setiap tahun (meskipun plat nomor berlaku untuk 5 tahun) adalah merupakan persoalan di kepolisian khususnya UU LAJ.Mengapa demikian ? uang hasil dari pembayaran pajak kendaraan bermotor baik roda 2 dan roda 4 akan disetorkan kepada Dinas Pendapatan Daerah (dispenda) yang ada dimasing - masing provinsi, ini berarti bahwa pembayaran pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan budget atau pemasukan bagi masing - masing POLDA atau provinsi disamping pendapat provinsi yang lain.Sebagai contoh : kendaraan bernomor polisi B maka pkb akan masuk ke DKI Jakarta, Demikian juga plat nomor D akan masuk ke daerah Bandung.Ini adalah prinsipnya.
Persoalan muncul ketika, plat nomor Bandung / D berada di daerah Lampung misalnya,atau sebaliknya, pembayaran PKB harus dilakukan tetap di daerah asal yakni kota Bandung,logikanya disamping pembayaran pajak ada sebuah proses yang harus dilakukan oleh pemilik yakni melakukan cek fisik kendaraan yang juga dilakukan oleh pihak kepolisian satuan lalu lintas baru seterusnya melakukan pembayaran pajak.
Cek fisik kendaraan dapat dilakukan diseluruh samsat yang sifatnya bantuan untuk cek fisik sebagai bentuk validasi atas mesin kendaraan, jika pemilik kendaraan dan kendaraannya berada diluar daerah.Sayangnya, jika cek fisik mendapat bantuan (tentu denfan biaya yang sama berlakunya) tetapi untuk pembayaran PKB tidak dapat dilakukan di Samsat dimana kendaraan itu berada atau dengan kata lain tetap untuk pembayaran PKB dibayarkan langsung ke daerah dimana plat nomor tersebut.Apapun alasannya, itu tidaklah effisien disatu sisi untuk mendeteksi adanya kejahatan dan validasi cek fisik dapat dilakukan diseluruh wilayah Polda - Polda di Indonesia tetapi untuk pembayaran pajak kendaraan, tidak ada bantuan untuk itu.
Artinya, pemilik kendaraan harus berangkat ke daerah asal kendaraan tersebut untuk membayarkan PKB atau melakukan pengiriman atau menggunakan jasa pihak ketiga untuk menyelesaikan pelunasan PKB.Apakah itu Effektif ?
Ini membuktikan bahwa antar POLDA maupun Dispenda tidak terdapat adanya kordinasi dan hubungan yang baik untuk penyelesaian pembayaran pajak kendaraan bagi masing - masing daerah dan persoalan tersebut dibebankan oleh masing - masing pemilik kendaraan.
Bukti lainnya, jika mobil yang berasal dari daerah melakukan pelanggaran lalu lintas, Pengadilan dimana pelanggaran terjadi, tidak dapat menyelesaikan khususnya tentang pelanggaran lalu lintas yang menyangkut keterlambatan pembayaran pajak kendaraan yang notabene tidak diatur dalam UULAJ.Sehingga surat tilang tersebut dikirimkan ke SAMSAT tempat kendaraan tersebut terdaftar dan akan diberlakukan sangsi administrasi atas pelanggaran tersebut.Aneh bukan ?
Bukti - bukti lain, jika memang demikian aturan yang berlaku, maka setiap keputusan gubernur kepala daerah yang mengatur tentang pemutihan pembayaran PKB diwilayahnya,karena merupakan asset Dispenda, secara otomatis tidak dihormati dan tidak berlaku bagi daerah lain.
Persoalan diatas hanya menyangkut teknis hubungan antar polda dan Dispenda menyangkut tentang Pajak Kendaraan Bermotor, yang mengalami konflik kepentingan antara UULAJ dengan UU Otonomi daerah atau setidaknya peraturan - peraturan yang menyangkut pemerintahan di daerah dan juga UULAJ dengan UU Perpajakan.
Untuk membenahi hal tersebut atau istilahnya reformasi di tubuh POLRI, sangat sulit karena banyak yang mencari makan ditempat tersebut.
Proses Pembuatan SIM
Proses pembuatan SIM diberlakukan berdasarkan atau sesuai KTP pemohon artinya alamat yang tercantum dalam SIM harus sesuai dengan alamat yang tercantum dalam KTP, oleh sebab itu pembuatan SIM hanya dapat dilakukan di Polres dimana individu bertempat tinggal sesuai KTP. Contoh : KTP Jakarta, membuat SIM di Polres di Jakarta, KTP Bandung maka pembuatan SIM harus di Polrestabes kota Bandung dan seterusnya.
Di dalam UULAJ tidak ada proses pembuatan SIM tersebut, yang ada hanya bahwa setiap pengendaran kendaraan bermotor harus memiliki SIM dan dapat menunjukkan surat-surat yang sah jika membawa kendaraan.
Seseorang yang memiliki KTP kota Bekasi tidak dapat membuat SIM di kota Bandung, demikian sebaliknya,meskipun KTP yang digunakan adalah KTP Nasional. KTP Nasional hanyalah sebuah simbol secara fisik sebagai identitas diri yang berlaku diseluruh Indonesia,tetapi untuk fungsinya sendiri belum bersifat nasional, sebagai contoh adalah untuk pembuatan dan perpanjangan masa berlaku SIM.
Mengapa demikian ? karena ongkos - ongkos pembuatan SIM yang merupakan wewenang kepolisian, akan masuk bukan sebagai pendapatan daerah tetapi sebagai asset bagi kepolisian disetiap Polres.
Aturan tersebut juga berlaku untuk perpanjangan SIM yang sudah tidak berlaku, sebagai contoh SIM yang sudah tidak berlaku beralamat di kota Bekasi, namun karena pindah alamat, maka sesuai aturan yang berlaku dibuatlah KTP baru di kota Bandung, maka untuk memperpanjang
SIM tersebut harus dilakukan di kota Bandung, dan bukan di Polres Bekasi.Jadi bukan berdasarkan pada alamat dan identitas yang terdapat dalam SIM yang sudah tidak berlaku tetapi berdasarkan pada KTP yang saat ini berlaku.
(Bandingkan dengan proses validasi Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), berlaku selama 5 tahun dan divalidasi setiap tahun) bersamaan dengan pembayaran PKB.Ada bukti pembayaran PKB dan ada bukti validasi STNK.Padahal jika menyangkut kendaraan begitu penting bagi kepolisian, seharusnya memang STNK lah yang harus menjadi priority dalam menentukan keabsahan, apakah nama dan alamat sesuai dengan KTP yang saat ini berlaku (Nasional) dan bukan proses pembuatan SIM atau perpanjangan SIM.
Kedua proses tersebut diatas sebagai bukti bahwa terdapat konflik kepentingan antara UULAJ dengan UU Perpajakan dan UU otonomi daerah serta peraturan yang berlaku didaerah maupun serta UU yang mengatur tentang pembuatan KTP Nasional.
Peraturan Gubernur LampungNomor 27 Tahun 2011 tentang Pemutihan PKB dan BBNKB "Bagi kendaraan tahun pembuatan sampai dengan 2009 yang menunggak pajak,hanya dikenakan PKB tahun berjalan tanpa denda".Kebijakan ini berlaku sejak mulai 1 Oktober 2011 hingga 31 Maret 2012 yang dipublikasi selamat lebih dari satu bulan penuh pada Harian Tribun Lampung 1 - 30 September 2011.
Proses pembuatan SIM diberlakukan berdasarkan atau sesuai KTP pemohon artinya alamat yang tercantum dalam SIM harus sesuai dengan alamat yang tercantum dalam KTP, oleh sebab itu pembuatan SIM hanya dapat dilakukan di Polres dimana individu bertempat tinggal sesuai KTP. Contoh : KTP Jakarta, membuat SIM di Polres di Jakarta, KTP Bandung maka pembuatan SIM harus di Polrestabes kota Bandung dan seterusnya.
Di dalam UULAJ tidak ada proses pembuatan SIM tersebut, yang ada hanya bahwa setiap pengendaran kendaraan bermotor harus memiliki SIM dan dapat menunjukkan surat-surat yang sah jika membawa kendaraan.
Seseorang yang memiliki KTP kota Bekasi tidak dapat membuat SIM di kota Bandung, demikian sebaliknya,meskipun KTP yang digunakan adalah KTP Nasional. KTP Nasional hanyalah sebuah simbol secara fisik sebagai identitas diri yang berlaku diseluruh Indonesia,tetapi untuk fungsinya sendiri belum bersifat nasional, sebagai contoh adalah untuk pembuatan dan perpanjangan masa berlaku SIM.
Mengapa demikian ? karena ongkos - ongkos pembuatan SIM yang merupakan wewenang kepolisian, akan masuk bukan sebagai pendapatan daerah tetapi sebagai asset bagi kepolisian disetiap Polres.
Aturan tersebut juga berlaku untuk perpanjangan SIM yang sudah tidak berlaku, sebagai contoh SIM yang sudah tidak berlaku beralamat di kota Bekasi, namun karena pindah alamat, maka sesuai aturan yang berlaku dibuatlah KTP baru di kota Bandung, maka untuk memperpanjang
SIM tersebut harus dilakukan di kota Bandung, dan bukan di Polres Bekasi.Jadi bukan berdasarkan pada alamat dan identitas yang terdapat dalam SIM yang sudah tidak berlaku tetapi berdasarkan pada KTP yang saat ini berlaku.
(Bandingkan dengan proses validasi Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), berlaku selama 5 tahun dan divalidasi setiap tahun) bersamaan dengan pembayaran PKB.Ada bukti pembayaran PKB dan ada bukti validasi STNK.Padahal jika menyangkut kendaraan begitu penting bagi kepolisian, seharusnya memang STNK lah yang harus menjadi priority dalam menentukan keabsahan, apakah nama dan alamat sesuai dengan KTP yang saat ini berlaku (Nasional) dan bukan proses pembuatan SIM atau perpanjangan SIM.
Kedua proses tersebut diatas sebagai bukti bahwa terdapat konflik kepentingan antara UULAJ dengan UU Perpajakan dan UU otonomi daerah serta peraturan yang berlaku didaerah maupun serta UU yang mengatur tentang pembuatan KTP Nasional.
Peraturan Gubernur LampungNomor 27 Tahun 2011 tentang Pemutihan PKB dan BBNKB "Bagi kendaraan tahun pembuatan sampai dengan 2009 yang menunggak pajak,hanya dikenakan PKB tahun berjalan tanpa denda".Kebijakan ini berlaku sejak mulai 1 Oktober 2011 hingga 31 Maret 2012 yang dipublikasi selamat lebih dari satu bulan penuh pada Harian Tribun Lampung 1 - 30 September 2011.
Subscribe in a reader
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks